Autobiografi Fadhila Annisa

 Nama saya Fadhila Annisa, yang bermakna "keutamaan wanita." Nama ini merupakan pemberian dari kedua orang tua, Marzuki Dg Siama dan Rosmini Dg Ratang, sebagai wujud harapan dan doa yang mendalam. Mereka menginginkan saya menjadi pribadi yang senantiasa menampilkan keutamaan dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam tindakan, sikap, maupun tutur kata.

Selain nama formal, juga memiliki beberapa nama panggilan, di antaranya "Dhila," "Humay," dan "Fadhilah." Dalam tradisi keluarga besar, saya dikenal pula dengan paddaengang "Sayang," sebuah nama etnik Makassar yang diberikan oleh kakek, Hasanuddin Dg Ngella. "Sayang" dalam bahasa Makassar berarti kasih sayang, dengan harapanmenghidupkan karakter yang selalu memancarkan kasih sayang kepada orang lain dan menerima kasih sayang yang tulus dari mereka yang ada di sekitar.

Nama-nama tersebut bukan sekadar nama belaka, juga pengingat akan nilai-nilai yang ditanamkan keluarga sejak kecil. Dengan semua nama yang melekat pada diri, harapan besar tersemat agar bisa membawa kehangatan, cinta, dan nilai-nilai kebajikan dalam perjalanan hidup saya.

Lahir pada bulan April 2004 di sebuah dusun bernama Kacci-Kacci, yang terletak di Desa Bontobiraeng Selatan, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa. Tumbuh di Butta Gowa, tanah yang penuh sejarah dan budaya yang kaya, menjadi bagian dari suku Bugis-Makassar. Suku yang terkenal dengan falsafah hidupnya yang luhur, yaitu siri' na pacce, yang mengajarkan nilai-nilai harga diri (siri') dan empati mendalam terhadap sesama (pacce).

Sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, memiliki dua kakak, Muh Syakir Fadhli dan Hijrayanti Marni, serta dua adik, Nurul Izzah Kamilah dan Ainun Jariyah. Tumbuh dalam keluarga yang sederhana namun dipenuhi kasih sayang, dibalut suasana kehangatan bimbingan orang tua, serta dibekali ilmu agama sejak dini dari keluarga yang paham agama, yang menjadi sebuah kesyukuran pribadi.

Saat usia belum genap satu tahun, penyakit cacar parah membuat tubuh terbaring lemah hingga mengalami mati suri. Namun, berkat kuasa Allah subhanahu wa ta’ala serta doa tulus dari orang-orang baik di sekitar, kesempatan kedua untuk hidup diberikan. Kini, setiap detik kehidupan terasa sebagai anugerah yang sangat berharga, dan rasa syukur senantiasa hadir atas setiap berkah yang diterima.

Pada tahun 2007, keluarga menghadapi ujian besar. Ayah dan ibu, Marzuki Dg Siama dan Rosmini Dg Ratang, memelihara lebih dari lima puluh ekor kambing yang menjadi sumber penghidupan. Namun, musibah datang tak terduga. Cuaca buruk menyebabkan kambing-kambing tersebut mati secara beruntun, meninggalkan luka teramat besar. Cobaan ini benar-benar menguji kesabaran dan keteguhan hati. Meski berat, usaha untuk bangkit terus dilakukan, karena keyakinan bahwa setiap ujian dari Tuhan adalah sarana menguatkan ketabahan. Dengan doa, kekuatan, dan tekad yang besar, masa-masa sulit itu berhasil dilewati bersama-sama.

Di tengah kesulitan tersebut, ada momen lucu yang selalu dikenang. Saat itu, di usia tiga tahun, tangisan sering pecah hanya karena keinginan sederhana: meminta kambing berwarna ungu. Kekecewaan begitu terasa ketika menyadari bahwa tidak ada seekor kambing pun yang berwarna seperti itu. Kenangan ini menjadi penghibur di tengah cobaan hidup yang berat.

Masa kecil dipenuhi dengan kenangan manis sekaligus pelajaran berharga yang membentuk karakter hingga saat ini. Berbagai aktivitas sederhana, seperti membantu orang tua bertani di sawah, mencetak batu bata, hingga ikut serta dalam usaha keluarga dengan menjual ikan bakar, bubur kacang hijau, dan bubur ketan merah, menjadi bagian dari perjalanan hidup. Belajar makna kerja keras dan pentingnya kebersamaan dalam keluarga sejak usia dini dari semua pengalaman tersebut.

Salah satu kenangan yang tak terlupakan adalah saat ayah menjual bubur kacang hijau. Di rumah, kami sekeluarga selalu berdoa agar dagangan ayah laris dan habis terjual. Namun, sebagai seorang anak kecil, saya diam-diam berharap masih ada sisa bubur yang bisa dinikmati di rumah. Kekecewaan sering muncul ketika mendapati tempat jualan sudah kosong dan bersih, padahal saya sangat ingin menikmati semangkuk bubur buatan ayah. Lambat laun, saya mulai memahami bahwa keberhasilan usaha ayah tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga menjadi sumber kebahagiaan dan harapan bagi seluruh keluarga.

Sebagai anak perempuan, masa kecil saya juga penuh dengan keceriaan yang tidak terikat oleh stereotip gender. Senang bermain bola, memanjat pohon, dan bahkan mengikuti dunia olahraga, seperti mengidolakan klub sepak bola favorit serta petinju terkenal. Kegiatan ini tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga menanamkan keberanian, semangat kompetitif, dan rasa percaya diri. Masa kecil yang penuh warna ini menjadi fondasi kuat dalam perjalanan hidup, memberi bekal nilai-nilai ketekunan, kerja keras, dan kegembiraan dalam menjalani setiap langkah kehidupan.

Memulai perjalanan pendidikan di Taman Kanak-kanak Alhijrah pada tahun 2008. Menjadi tonggak awal mengenal dunia belajar, di mana aktivitas bermain dan belajar berlangsung dalam suasana informal dengan mengenakan seragam khas. Salah satu kenangan sederhana yang tetap abadi dalam ingatan adalah ketika ibu selalu memakaikan kain dari kepala hingga menjulur ke bawah, menutupi dada, yang disebut sebagai "kerudung." Meski teman-teman sekelas tidak ada yang mengenakan kerudung, ibu dengan lembut menjelaskan bahwa memakainya adalah kewajiban bagi seorang perempuan muslim. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam QS. An-Nur ayat 31: "Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya..."

Sebuah pesan agar perempuan menjaga kehormatan dan kesucian dirinya dengan menutup aurat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan simbol penghormatan terhadap dirinya sendiri. Ibu juga menanamkan pemahaman bahwa mengenakan kerudung merupakan bentuk ibadah dan bukti berbakti kepada orang tua.

Sebagai anak yang sangat menyayangi kedua orang tua dan takut kehilangan mereka, keinginan ibu tersebut dipenuhi dengan senang hati, tanpa paksaan. Hingga kini, konsistensi dalam mengenakan kerudung tetap dijaga, tidak hanya sebagai bentuk kewajiban, tetapi juga sebagai wujud kesadaran akan kasih sayang Allah yang memberikan perlindungan kepada hamba-Nya melalui aturan ini. Mengenakan kerudung bukan sekadar simbol, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang dipenuhi dengan keikhlasan dan keyakinan.

Setelah itu, pada era 2010 melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Kacci-Kacci, sebuah madrasah yang bukan hanya memberikan pendidikan agama, tetapi juga memperkokoh fondasi agama dalam diri. Di sini, aktif mengikuti kegiatan pramuka, bahkan memenangkan berbagai perlombaan, hingga membawa nama sekolah menjadi juara 1 umum pada ajang lomba kepramukaan bersama teman seperjuangan, sekaligus menyabet piala bergilir menjadi piala tetap. Gemar mengikuti lomba ceramah serta hafalan, hingga pernah meraih peringkat kedua dalam lomba Tadarrus Al-Qur’an di tingkat kecamatan. Masa-masa ini penuh dengan prestasi yang mengukir pengalaman berharga. Selain itu, turut bergabung dalam klub drum band sekolah, memainkan pianika juga rebana, sebuah kegiatan yang memperkaya hari-hari Saya dengan irama dan musik.

Selain momen bahagia, kesedihan juga menjadi bagian dari perjalanan hidup saya. Salah satu momen berat terjadiketika masih duduk di bangku kelas empat sekolah dasar, saat genap menginjak usia 9 tahun, tepat di hari ulang tahun saya di tahun 2013, pada saat yang bersamaan kakek tercinta, Hasanuddin Dg Ngella, menghembuskan nafas terakhir, dan berpulang ke Rahmatullah. Kepergian kakek meninggalkan duka yang mendalam bagi saya dan keluarga. Namun, peristiwa ini memberi ruang ketabahan dan keikhlaskan atas segala hal yang menjadi ketetapan-Nya, serta menerima kenyataan hidup dengan lapang dada.

Setelah menamatkan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Kacci-Kacci pada periode 2017melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah Takwa. Di masa putih biru tetap aktif dalam drum band dan mulai memainkan drum, sambil tetap menjaga prestasi akademik, pernah menyabet peringkat tiga. Salah satu momen yangpaling berkesan adalah ketika dinobatkan sebagai juara “siswa paling cantik” selama MOS (Masa Orientasi Siswa), sebuah predikat yang teramat lucu karena merasa tidak sesuai sama sekali dengan realita. Meskipun demikian, itu menjadi kenangan manis yang tak terlupakan.

Di kala 2019, Masa putih abu-abu saya jalani di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Gowa penuh dengan aktivitas yang lebih kompleks dan menantang. Saya bergabung dalam berbagai organisasi seperti OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah)Rohis ( Rohani Islam)English Club (ECSBO), sebuah klub yang bergerak dalam bidang bahasa Inggrisdan STC GDISC (Sains Tecnology Generation Driver Input Sains Of Computer), sebuah klub IT (Information Technologyyang memperkenalkan pada dunia teknologi. Di samping itu, juga berkesempatan mewakili sekolah dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di bidang Geografi, sebuah pengalaman berharga serta menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan dan kompetisi. Keikutsertaan dalam organisasi-organisasi ini membantu mengasah kemampuan kepemimpinan, komunikasi, dan kerja sama tim, yang sangat penting bagi perkembangan pribadi. Lalu masuk dalam kategori siswa eligible, yaitu sebagai siswa memenuhi kriteria untuk mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri(SNMPTN) serta menjatuhkan hati pada jurusan Jurnalistik di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, sebuah pencapaian yang sangat membanggakan.

Tahun 2022, masa kuliah di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar menjadi babak baru dalam perjalanan hidup. Di jurusan Jurnalistik, mendalami dunia media,kepenulisan, komunikasi, dan penyiaran. Setiap mata kuliah yang dipelajari membuka wawasan baru, terutama ketika mempelajari bagaimana media berperan dalam membentuk opini publik dan menyampaikan informasi secara objektif. Dari sini, memahami betapa pentingnya integritas dan tanggung jawab seorang jurnalis, karena apa yang disampaikan melalui media memiliki dampak besar pada masyarakat luas.

Namun, perjalanan ini tidak selalu berjalan mulus. Sempat menghadapi dilema besar untuk berhenti atau tetap melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi karena keterbatasan ekonomi. Alhamdulillah, Allah membuka jalan melalui program beasiswa "Satu Desa Satu Sarjana," sebuah inisiatif pemerintah Kabupaten Gowa bekerja sama dengan pemerintah desa. Program ini memberikan kesempatan kepada satu sarjana dari setiap desa untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Beasiswa tersebut menjadi pintu rezeki dan harapan besar bagi saya untuk terus berjuang mencapai cita-cita.

Selain tantangan ekonomi, cobaan lain juga mewarnai perjalanan ini. Pernah mengalami kecelakaan parah yang mengubah banyak hal dalam hidup saya. Dari kecelakaan sepeda motor tunggal hingga ditabrak mobil, salah satu kejadian paling menakutkan adalah ketika terjatuh ke dalam lubang, terseret di aspal, dan kepala hampir dilindas oleh ban mobil besar. Insiden ini meninggalkan luka berat serta bekas yang masih membekas hingga saat ini, baik secara fisik maupun emosional.

Sembari menjalani pendidikan di kampus, saya juga menjalani berbagai pengalaman kerja yang memberikan banyak pelajaran berharga. Awalnya, saya bekerja sebagai pegawai marketing di sebuah toko roti bernama Ting Tong. Meskipun pekerjaan ini hanya berlangsung kurang dari setahun, karena akhirnya memutuskan untuk fokus pada studi, pengalaman ini memberikan banyak wawasan tentang bagaimana berinteraksi dengan pelanggan dan menerapkan strategi pemasaran yang efektif.

Sempat menjalankan beberapa usaha kecil-kecilan untuk menambah pengalaman sekaligus membantu keuangan. Pernah menjadi agen penjualan untuk sebuah perusahaan serta menjalankan bisnis camilan dari rumah. Aktivitas ini tidak hanya membantu secara finansial tetapi juga mengajarkan tentang ketekunan, pengelolaan waktu, dan strategi dalam berwirausaha.

Di sela-sela waktu luang, saya juga menyukai pekerjaan freelance (pekerja lepas), terutama dalam bidang menulis dan jasa mengedit. Freelance memberikan kebebasan untuk terus mengasah kemampuan, meningkatkan produktivitas, sertatetap kreatif meski di tengah kesibukan kuliah. Semua pengalaman ini menjadi bekal berharga, membentuk pola pikir yang lebih matang dalam menghadapi dunia kerja dan kehidupan.

Pendidikan menjadi jembatan untuk meraih mimpi dan harapan. Pendidikan bukan sekadar soal akademik, juga tentang bagaimana kita memaknai hidup. Bertekad untuk terus menempuh pendidikan, bukan hanya demi masa depansendiri, juga demi membalas cinta orang tua dan semoga kelak bisa menjadi manusia bermanfaat bagi sesama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sydney Australia: Tuntas Sudah Dua Puluh Tahun Mengemban Harapan Ayah Mertuaku, alm. H. Abdul Kadir Yanggi, S.Ag.

Biografi Idhan Galib (Kepala Sekolah MtsN Negeri Pinrang)

Biografi Saefullah Nur Muhammad, S.E.