Profil Usaha Pembuatan Kapal Pinisi di Bulukumba

 
Nama Pinisi berasal dari dua Teori. Teori pertama dari kota pelabuhan Venecia (Italia) yang diubah menjadi "penisi" dalam dialek Konjo, dan kemudian menjadi "pinisi".Teori kedua Nama Pinisi berasal dari kata "Mappanisi" yang berarti menyisip atau menyumbat sambungan-sambungan kapal agar tidak kemasukan air.

Bagi masyarakat Indonesia dan komunitas internasional, Pinisi telah menjadi simbol kapal layar tradisional Nusantara. Saat ini, pusat-pusat pembuatan kapal berada di Tana Beru, Bira, dan Batu Licin, di mana sekitar 70 persen penduduknya menggantungkan hidup pada pekerjaan yang berkaitan dengan pembuatan kapal dan navigasi. Meski pembuatan kapal dan pelayaran menjadi sumber ekonomi utama, keduanya juga menjadi inti dari kehidupan dan identitas sehari-hari masyarakat setempat. Kerjasama yang erat antara komunitas pembuat kapal dan hubungan mereka dengan para pelanggan memperkuat saling pengertian di antara semua pihak yang terlibat.

Pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan elemen-elemen ini diwariskan dari generasi ke generasi dalam lingkungan keluarga, serta kepada individu di luar keluarga melalui pembagian kerja. Komunitas, kelompok, dan individu yang berperan aktif juga turut berkontribusi dalam upaya pelestarian, seperti melalui inisiatif pemasaran dan penerbitan buku terkait topik ini.

Profil ini menggambarkan pentingnya peran Bulukumba dalam melestarikan pembuatan kapal Pinisi sebagai warisan budaya dan sumber ekonomi bagi masyarakat setempat.

Lokasi: Tanah Beru, Kecamatan Bontobahari, Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Sejarah dan Latar Belakang:

Pembuatan kapal pinisi di Kabupaten Bulukumba sudah berlangsung sejak abad ke-15 dan merupakan warisan budaya yang diakui secara global. Tradisi ini diwariskan dari generasi ke generasi, dengan legenda Sawerigading, seorang pangeran Kerajaan Luwu, yang membuat kapal untuk berlayar ke Negeri Tiongkok. Hingga saat ini, para pengrajin di Bulukumba tetap menjaga tradisi pembuatan kapal pinisi dengan menggunakan teknik dan bahan yang sama, yaitu kayu besi dan kayu bitti (gofasa). Proses pembuatan kapal ini bahkan telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda.

Keunggulan Produk:

Kapal pinisi terkenal karena kekuatan dan ketahanannya dalam mengarungi lautan. Rangka kapal yang terbuat dari kayu dinilai lebih fleksibel dan tahan terhadap guncangan badai dibandingkan kapal yang terbuat dari besi. Belum ada sejarah kapal pinisi yang karam akibat badai, menjadikan kapal ini sangat diminati, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Kapal pinisi buatan H. Ully bahkan telah berlayar hingga ke Spanyol.

Kelompok Usaha

Pembuatan kapal pinisi di Bulukumba terpusat di tiga wilayah utama, yaitu Tanah Beru, Desa Ara, dan Bira, yang menjadi pusat pembuatan perahu tradisional ini. Di Tanah Beru sendiri terdapat 25 pengrajin aktif, dengan lebih banyak lagi di Desa Ara dan Bira. Usaha pembuatan kapal ini menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat setempat dan turut membuka lapangan kerja bagi generasi muda, yang berperan dalam melestarikan warisan budaya ini.

Dukungan dan Binaan:

Kelompok pengrajin kapal pinisi ini merupakan bagian dari klaster usaha binaan BRI, yang kerap memberikan dukungan dalam pengembangan usaha. Dengan adanya program Jelajah Desa BRILian, pembuatan kapal pinisi menjadi salah satu inovasi desa yang dibahas, dengan tujuan untuk mengembangkan ekonomi dan infrastruktur di desa-desa Indonesia.

Pusat Pembuatan:

  • Kelompok pengrajin kapal Pinisi tersebar di tiga wilayah utama:
  • Tanah Beru: Terdapat sekitar 25 pengrajin aktif.
  • Desa Ara : Kampung asal beberapa pengrajin berpengalaman.
  • Bira : Lokasi lainnya yang juga menjadi pusat pembuatan Pinisi.


Penulis : Nadifa Kamil

Nim : 50500122019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sydney Australia: Tuntas Sudah Dua Puluh Tahun Mengemban Harapan Ayah Mertuaku, alm. H. Abdul Kadir Yanggi, S.Ag.

Biografi Idhan Galib (Kepala Sekolah MtsN Negeri Pinrang)

Biografi Saefullah Nur Muhammad, S.E.